Japan’s Best Tempura

The Origins of Tempura: A Cultural Journey

Tempura, a dish characterized by its light batter and crisp texture, has a fascinating history that illustrates the interplay between culture and cuisine. Its origins can be traced back to the mid-16th century when Portuguese missionaries and traders arrived in Japan. They introduced a method of deep-frying food with a batter, a technique that would gradually evolve into the beloved dish we know today as tempura. The Portuguese referred to their method as "tempero," meaning seasoning, which is likely where the term "tempura" is derived.

As tempura permeated Japanese culinary traditions, it began to adapt to local ingredients and preferences. Initially, it featured seafood and vegetables, and over time, these ingredients became an essential part of Japanese cuisine's seasonal and regional variations. The dish was popularized particularly during the Edo period (1603-1868), when tempura stalls emerged in the streets of Edo (modern-day Tokyo), making it accessible to a broader audience. This period marked a significant shift in how tempura was perceived—from a foreign innovation to a staple of Japanese eating culture.

Tempura has endured as more than just a type of food; it embodies a cultural fusion and showcases Japan’s ability to integrate foreign influences while cultivating a unique culinary identity. Today, it is celebrated not only for its delightful flavors but also as an art form, with chefs dedicating years to perfecting the delicate balance of temperature and timing in deep-frying. Furthermore, tempura variations, such as seasonal vegetables or specific types of seafood, illustrate its adaptability and ongoing relevance within Japanese cuisine. This dish, steeped in history, remains a testament to Japan’s rich culinary heritage and the global exchange of food culture.

From Batter to Bliss: Experiencing Japan’s Best Tempura

Discover the rich history and evolution of tempura, a beloved Japanese dish known for its light batter and crisp texture. Learn about its origins from Portuguese influence to its integration into Japanese culinary traditions during the Edo period. Explore essential techniques and ingredients for perfecting tempura at home, as well as the top tempura spots across Japan, from upscale restaurants to budget-friendly options. Dive into modern interpretations of tempura, where chefs experiment with unique ingredients and flavors, blending tradition with contemporary culinary trends for an exceptional dining experience.

Kuliner karupuak (keripik) sanjai dan pakaian anak daro dan marapulai (pengantin) Suku Kurai Limo Jorong dari Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, berhasil lolos dalam sidang penetapan Warisan Budaya Tak Benda Indonesia 2024.

 

Penetapan tersebut diberikan saat perhelatan penghargaan Apresiasi Warisan Budaya Indonesia (AWBI) dari Kementerian Kebudayaan yang diterima langsung oleh Pejabat Sementara (Pjs) Wali Kota Bukittinggi Hani Syopiar Rustam.

 

Hani Syopiar Rustam di Bukittinggi, Selasa, mengatakan penghargaan AWBI diberikan langsung oleh Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk mendorong masyarakat dan pemerintah daerah (pemda) dalam melestarikan kekayaan budaya agar tidak punah di tengah modernisasi.

 

"Penghargaan ini merupakan bentuk apresiasi Kementerian Kebudayaan terhadap upaya Sumatra Barat, khususnya Kota Bukittinggi, dalam pelestarian budaya tradisional yang memiliki nilai sejarah dan kearifan lokal," katanya.

Baca juga: Indonesia ajukan tiga warisan budaya takbenda kepada UNESCO

Selain itu pada tahun 2019 lalu, lanjut dia, Pemkot Bukittinggi juga pernah mendapatkan penghargaan serupa berupa kesenian tradisional saluang sebagai warisan budaya Kota Bukittinggi.

 

Setelah tiga tahun pengajuan, Bukittinggi kembali mencatatkan warisan budaya berupa kuliner Karupuak Sanjai dan pakaian pengantin Kurai Limo Jorong sebagai Warisan Budaya Tak-benda Indonesia Tahun 2024.

 

"Diharapkan, pengakuan warisan budaya ini dapat lebih meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melestarikan budaya lokal serta mendorong pengembangan produk tradisional untuk dapat bersaing di pasar global," katanya.

Baca juga: Jamu akan ditetapkan jadi warisan budaya oleh UNESCO, tenun menyusul

Ia menegaskan Pemkot Bukittinggi terus berkomitmen untuk melestarikan dan mengembangkan Keripik Sanjai yang asli dari Kota Bukittinggi sebagai bagian dari kekayaan budaya Minangkabau.

 

"Berhasilnya ditetapkan dua karya budaya Kota Bukittinggi merupakan upaya berkelanjutan untuk mendukung keberhasilan dari program kebudayaan," ujarnya.

 

Menurutnya, Keripik Sanjai serta pakaian anak daro dan marapulai Kurai Lima Jorong perlu ditindaklanjuti dengan pemanfaatan dan pengembangan agar dapat bermanfaat bagi masyarakat luas dan tidak sekadar menjadi sertifikasi belaka.